Horas Lae, Ito

Akhir-akhir ini, saya sering tanpa sadar menggunakan kata “Gue atau Lu”
“Lu, gimana sih.? Gue kan dah bilang ini…..,”
Sepintas kedengarannya keren untuk gantikan sapaan "saya" atau "kamu" karena memang kata ini kini begitu popular terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Yah..anak parhuta huta pun mencoba ikutin jaman.
Cuma logat ku tetap tidak bisa berbohong. Itu bukan gue banget. Itu kurang pas bro…

Trus saya juga terbawa-bawa dengan kata  "bro" untuk menyapa rekan kerja atau tukang parkir. Dan yang lebih keren lagi saat ini adalah panggilan “Cin”. Inang inang pun saling menyapa dengan kata Cin. Hi Cin….hahaha

Terus, saya jadi jarang menyapa dan disapa dengan kata "Lae" atau "Ito". Yang paling simple itu sapaan bang.

Alamak…..

Ketika teman-teman anak saya satu sekolah yang juga orang batak datang kerumah pun sudah menyapa dengan “Om dan tante.”

Entahlah…apakah orangtua nya mengetahui atau malah mengajarkannya?

Saya selalu bilang pada anakku, kalau ketemu dengan orang tua batak yang belum di kenal jangan lupa menyapa mereka dengan “Amangboru atau Namboru” atau tulang atau nantulang.

Ketika saya pertama sekali menginjak kaki ke Jakarta sekitar 1997, saya sebetulnya sudah terbiasa menyapa dengan kata "amang" atau "inang". Maklum, 6 tahun aktif sebagai pengurus pemuda Gereja sewaktu mahasiswa di Medan.

Pun, saat pertama berkenalan dengan orangtua calon istriku (sekarang istriku), saya langsung sapa “Horas Amang, Inang” hahaha. Mengalir begitu saja tanpa di buat-buat. Walau calon mertuaku waktu itu kaget dengan panggilan itu.

Partuturon


Dalam bahasa batak ada di sebut “Tiniptip sanggar bahen huru-huruan, jolo sinungkun marga asa binoto partutuan.

Ini berarti saling bertanya marga untuk menentukan hubungan kekerabatan dan sekaligus untuk mengetahui sapaan yang akan kita pakai. Dalam adat batak ada tiga jenis kekerabatan: mardongan tubu, marboru atau marhula hula. Ini juga yang menentukan sapaan yang kita pakai.

OK…singkatnya begini: kalau kita dengan lawan bicara satu marga berarti mardongan tubu, kalau teman bicara kita menikah dengan wanita yang semarga dengan kita berarti  marboru, sedangkan kalau marga lawan bicara kita sama dengan marga istri atau marga ibu kita berarti kekerabatan kita marhula-hula.

Mungkin bagi generasi batak yang lahir di kota besar, partuturon ini cukup rumit untuk dipahami. Padahal, memanggil dengan sapaan yang salah dalam adat batak bisa di golongkan dengan orang yang tidak beradat.

Partuturon adalah identitas suku batak yang harus terus di pelihara.

Berikut  beberapa Jenis partuturon yang dikutip dari berbagai sumber (termasuk Wikipedia)

Uda, Amang Uda, Bapa Uda
o   panggilan kita terhadap adik laki-laki dari ayah kita,
o   panggilan kita terhadap semarga yang urutan keturunannya setingkat dengan ayah kita tetapi ayah kita lebih tua darinya,
o   panggilan kita kepada suami dari adik perempuan ibu kita.

Inang Uda, Nanguda
o   panggilan kita terhadap istri dari adik laki-laki ayah kita,
o   panggilan kita terhadap istri dari semarga kita yang urutan keturunannya setingkat dengan ayah kita tetapi ayah kita lebih tua 
darinya,

Amang Tua, Bapa Tua (Pak Tua)
o   panggilan kita terhadap Saudara laki-laki yang lebih tua dari ayah kita,
o   panggilan kita terhadap semarga yang urutan keturunannya setingkat dengan ayah kita tetapi ayah kita lebih muda darinya,
o   panggilan kita kepada suami dari kakak perempuan ibu kita.

Inang Tua, Nantua (Mak tua)
o    panggilan kita terhadap istri dari Saudara laki-laki yang lebih tua dari ayah kita,
o    panggilan kita terhadap istri dari orang semarga yang urutan keturunannya setingkat dengan ayah kita tetapi ayah kita lebih muda darinya,
o    panggilan kita kepada kakak perempuan ibu kita.

Tulang (Paman)

o    panggilan kita kepada saudara laki-laki ibu kita.

Nantulang (bibi)
o   panggilan kita terhadap istri dari tulang kita.

Lae
o    panggilan kita (laki-laki) kepada anak laki-laki dari tulang kita,
o    panggilan kita (laki-laki) kepada suami dari saudari kita yang perempuan.

Eda
o    panggilan kita (perempuan) kepada anak perempuan dari tulang kita,
o    panggilan kita (perempuan) kepada istri dari saudara kita yang laki-laki.

Amangboru
o    panggilan kita terhadap suami dari saudari ayah kita perempuan,
o    panggilan terhadap suami dari perempuan yang merupakan keturunan semarga kita yang urutannya setingkat dengan ayah kita.

Namboru
o    panggilan kita terhadap saudara perempuan ayah kita,
o    panggilan terhadap perempuan yang merupakan keturunan semarga kita yang urutannya setingkat dengan ayah kita.

Ito, iboto
o    panggilan kita sebagai laki-laki kepada saudari kita (perempuan),
o    panggilan kita sebagai perempuan kepada saudara kita yang laki-laki,
o    panggilan umum bagi orang kepada lawan jenisnya dalam budaya batak toba.
Pariban
o   Panggilan kita sebagai laki-laki terhadap anak perempuan dari tulang kita,
o   Panggilan kita sebagai perempuan terhadap anak laki-laki dari Namboru kita.
Inang (ibu)
o   panggilan kita terhadap perempuan yang lebih tua dari kita atau kepada orang (perempuan) yang dituai,
o  panggilan umum untuk menghormati semua perempuan.

Amang
o    panggilan kita terhadap pria yang lebih tua dari kita atau orang (pria) yang dituai,
o    panggilan umum untuk menghormati para pria.

Inong (ibunda)
o    panggilan khusus kepada ibunda kita.

Among (Ayahanda
o   panggilan khusus kepada ayahanda kita.

Ompung (Kakek/Nenek)
o    dibaca Oppung
o    panggilan kepada kakek/nenek kandung kita.
o    panggilan kepada anak Tulang (Paman) Kita.
o    panggilan umum kepada orang tua yang setingkat dengan kakek/nenek kandung kita.

Ompung Doli (Kakek)
o    dibaca Oppung Doli
o    panggilan khusus kepada kakek kita, ayah dari ayah/ibu kita

Ompung Boru (Nenek)
o    dibaca Oppung Boru
o    panggilan khusus kepada nenek kita, ibu dari ayah/ibu kita