Kebiasaan


Ketika hasil pemeriksaan kehamilan istrinya berbuah positif, sang suami yang riang gembira spontan menumpangkan kedua tangannya di atas perut istrinya sambil berdoa. Doa yang disertai airmata ucapan syukur.
Sumber: www.jawaban.com

Esok harinya, sang suami seperti tidak sabar untuk kembali mendoakan si calon bayi. Demikian terus, hingga menjadi sebuah kebiasaan. Tumpangan tangan dan doa yang terkadang tanpa kata-kata; hanya air mata, senyum dan rasa takjub.
Hari berlalu, minggu dan bulan pun berganti, tangan sang suami selalu setia tertumpang. Bahkan, ketika si janin sudah mulai bergerak dalam rahim, tidak terhitung tumpangan tangan dan doa berkat dari sang ayah.

“Tendangan” sang janin membuat ayahnya semakin antusias untuk berdoa serta mengajak sang janin "bermain-main" walau istrinya harus menawan kesakitan. Terlihat jelas liukan sang janin.

Tanpa disadari, kebiasaan menumpangkan tangan dan berdoa ini tertular mulai hari pertama ketika istrinya dinyatakan positif hamil untuk anaknya yang kedua dan ketiga.

Kini ketiga sang buah hatinya sudah sekolah, namun tumpangan tangan dan doa sang ayah setia mewarnai hari-hari anaknya.

“Pap (papi), doanya disini saja ya,” kata putrinya yang kini sudah duduk di Kelas I SMA, sambil menundukkan kepalanya di dalam mobil sebelum turun untuk sekolah.

Sering sang ayah berpura-pura lupa untuk mendoakan, namun ketiga anaknya akan datang berbaris untuk meminta doa. Pun sang anak akan bergantian mendoakan ayahnya.

Ketika sesuatu kebiasaan sudah mendarah daging, maka sama seperti pohon yang akarnya sudah kuat menancap jauh dan menjalar ke semua arah, akan sulit untuk di robohkan.

Demikian dengan hal buruk yang dilakukan berulang-ulang dan menjadi kebiasan, pun akan sangat sulit untuk merubahnya.

Saya mengutip sebuah kisah dari buku “Ironman – 8 kekuatan pembentuk mental baja untuk meraih kesuksesan” karya motivator, Suhardi dimana seorang pria kaya terpaksa membawa anaknya menemui seorang bijak, karena kebisaan anak yang lebih suka bermain daripada belajar.

Orang bijak itu membawa si anak ke sebuah taman dan menyuruhnya mencabut tanaman kecil. Dengan gampang, si anak berhasil mencabut. Dia pun masih berhasil mencabut tanaman yang sedang walau dengan kerja keras.

Orang bijak kemudian meminta sianak mencabut pohon besar. Sang anak seketika menggelengakn kepalanya sambil berkata “Itu tidak mungkin bisa di cabut.”

“Kebiasaan buruk kamu sama seperti tanaman ini. Ketika masih lemah, kebiasaan itu mudah dihilangkan, namun, begitu kebiasaan buruk mu sudah mendarah daging, maka dia akan sama seperti akar pohon besar ini yang sudah menancap kuat ke dalam tanah, dan akan sangat sulit untuk di hilangkan.”

“Alah bisa karena biasa”

No comments for "Kebiasaan"