Kebiasaan
Ketika hasil pemeriksaan kehamilan istrinya
berbuah positif, sang suami yang riang gembira spontan menumpangkan kedua tangannya
di atas perut istrinya sambil berdoa. Doa yang disertai airmata ucapan syukur.
Sumber: www.jawaban.com |
Esok harinya, sang suami seperti tidak sabar
untuk kembali mendoakan si calon bayi. Demikian terus, hingga menjadi sebuah kebiasaan.
Tumpangan tangan dan doa yang terkadang tanpa kata-kata; hanya air mata, senyum
dan rasa takjub.
“Tendangan” sang janin membuat ayahnya semakin
antusias untuk berdoa serta mengajak sang janin "bermain-main" walau istrinya harus menawan kesakitan. Terlihat jelas liukan sang janin.
Tanpa disadari, kebiasaan menumpangkan tangan
dan berdoa ini tertular mulai hari pertama ketika istrinya dinyatakan positif hamil untuk anaknya yang kedua dan ketiga.
Kini ketiga sang buah hatinya sudah sekolah, namun
tumpangan tangan dan doa sang ayah setia mewarnai hari-hari anaknya.
“Pap (papi), doanya disini saja ya,” kata
putrinya yang kini sudah duduk di Kelas I SMA, sambil menundukkan kepalanya di
dalam mobil sebelum turun untuk sekolah.
Sering sang ayah berpura-pura lupa untuk
mendoakan, namun ketiga anaknya akan datang berbaris untuk meminta doa. Pun
sang anak akan bergantian mendoakan ayahnya.
Ketika sesuatu kebiasaan sudah mendarah daging,
maka sama seperti pohon yang akarnya sudah kuat menancap jauh dan menjalar ke
semua arah, akan sulit untuk di robohkan.
Demikian dengan hal buruk yang dilakukan
berulang-ulang dan menjadi kebiasan, pun akan sangat sulit untuk merubahnya.
Saya mengutip sebuah kisah dari buku “Ironman – 8 kekuatan pembentuk mental baja
untuk meraih kesuksesan” karya motivator, Suhardi dimana seorang pria kaya terpaksa
membawa anaknya menemui seorang bijak, karena kebisaan anak yang lebih suka
bermain daripada belajar.
Orang bijak itu membawa si anak ke sebuah taman
dan menyuruhnya mencabut tanaman kecil. Dengan gampang, si anak berhasil
mencabut. Dia pun masih berhasil mencabut tanaman yang sedang walau dengan
kerja keras.
Orang bijak kemudian meminta sianak mencabut pohon
besar. Sang anak seketika menggelengakn kepalanya sambil berkata “Itu tidak
mungkin bisa di cabut.”
“Kebiasaan buruk kamu sama seperti tanaman ini. Ketika
masih lemah, kebiasaan itu mudah dihilangkan, namun, begitu kebiasaan buruk mu sudah
mendarah daging, maka dia akan sama seperti akar pohon besar ini yang sudah menancap
kuat ke dalam tanah, dan akan sangat sulit untuk di hilangkan.”
“Alah bisa karena biasa”
No comments for "Kebiasaan"
Post a Comment