Believe Me

“Saya bisa buktikan kan pa,”

Begitulah ungkapan nan riang dari anakku yang kedua seraya menyodorkan kertas photocopy surat kelulusan SD (25 Juni 2016). 

Terpampang jelas Nilai Ujian Nasional (NUN) untuk Matematika 9.5. Wow…hampir sempurna.

Kaget dan senang bercampur baur. Pun masih antara percaya dan tidak melihat angka2  nilai ujian nasionalnya kalau melihat gaya belajar anakku yang sering terkesan cuek. Anak yang bersahabat akrab dengan permainan minecraft ini kini sudah menorehkan awal perjalanan hidupnya. Lulus SD.

"Yes Dad, just believe me. I will always do my best," kalimat yang sering dia ucapkan ketika disuruh belajar.

Maklum, sebagai orangtua tentu berharap anaknya rajin belajar, belajar dan belajar. Bahkan melihatnya duduk manis di kursi belajarnya rasanya sudah senang. Tidak mudah menerima anak yang tangannya masih asyik menari nari diatas gadget saat waktu belajar di rumah malam tiba.

Pernah suatu ketika karena rasa kesal, saya panggil anak saya dan menghukumnya dengan berdiri. Ragam tudingan dan nasehat pun terlontar silih berganti. Menudingnya membuang banyak waktu percuma dengan si gadget, tidak serius belajar dan selalu menganggap remeh. Pun ragam nasehat meluncur dengan suara yang kurang bersahat supaya belajar serius untuk masa depannya, belajar untuk memahami dan belajar untuk yang terbaik. Dibumbui dengan ancaman akan mengrounded HP and no more game.

Anakku hanya diam tanpa ekspresi bersalah walau dia tidak bisa menghentikan airmatanya. Tidak satu kata pun mengalir dari mulutnya. Diam membisu.

Aku merasa bersalah dan kemudian memeluknya seraya berkata “Itu karena papi sayang kamu”

“Ya aku tau pi, aku mohon maaf tapi aku ngak seperti tudingan papi. Saya sudah belajar semampuku. Saya sudah melakukan yang aku bisa, saya sudah mengerti pelajarannya pi…..aku juga ngak cuma bermain gadget, aku sambil belajar bahasa inggris juga pi…

Aku hanya bisa memeluk anakku...

Ya harus saya akui, tanpa kursus anakku kini sudah bisa berbahasa inggris yang menurut ukuran saya sudah sepadan dengan siswa dewasa di level conversation class.

Setiap pembagian rapor semesteran, guru kelasnya memang selalu mengakui skill anakku.. pintar dan cepat memahami pelajaran. “Dia cepat memahami hal-hal yang baru…tapi cepat juga bosan kalau diulang lagi, padahal tidak semua teman2 nya cepat bisa. Makanya dia terlihat tidak sabar dan suka iseng di kelas…,” begitu kira kira pengakuan bu gurunya.  Hal yang hampir sama selalu di sampaikan gurunya dari kelas satu hingga dia lulus…”Tidak bisa diam.”

“Anak bapak juga punya rasa peduli yang tinggi. Pernah, saya terharu dan kaget ketika dia marahin teman temannya yang ribut sambil mengingatkan...diam dong kasian ama bu gurunya sudah teriak teriak," kata bu guru kelas 5.

Menjadi langganan baginya untuk mengkordinir  teman2nya untuk memberikan hadiah ultah bu gurunya…so sweet….

Tapi tetap saja, namanya orangtua merasa bahwa dengan anak duduk manis di meja belajar dan ikut segala kursus akan membuat dia pintar. Banyak yang masih mengagunkan Nilai sebagai Segalanya, ranking sebagi harga diri.

Anakku bercerita, bagaimana teman kelasnya yang selalu ranking kelas cemburu melihat teman2 nya masih bisa menikmati suara tembakan2 di game. “Temanku sering mengeluh bahwa di rumahnya ada aturan No Handphone. No Game. Dia sering curhat betapa dia tidak menikmati hari harinya yang hanya belajar dan belajar. Dia dengan terpaksa melakukan untuk menyenangkan orangtuanya.”

Mungkin cerita ini ada benarnya juga. Melihat anak butuh kacamata anak dan cara pandang yang baru. Cara generasi Milenia belajar bukan lagi sama dengan generasi dulu…it is very likely out of date.


1 comment for "Believe Me"

  1. Land-based casinos will naturally wish to search different avenues to get well from their losses this 12 빅카지노 months. Not all mobile casinos are licensed, nevertheless the mobile casinos that we’ve listed above are licensed to function. Whether they’re licensed in Panama, Curacao, or Malta you’ll be assured they’re audited by third parties for fairness.

    ReplyDelete

Post a Comment