Burung Merak

Sisca ingat betul kejadian saat dia keringat dingin mencari cara agar seserahan kain batik yang dibentuk menyerupai burung merak bisa berdiri kokoh. Lipatan demi lipatan dia coba semuanya secara otodidak. Hanya insting dan semangat.
Jarum jam sudah diangka 10 malam ketika seserahan berbentuk burung merak akhirnya berwujud. Kini timbul lagi masalah bagaimana membuat plastik pembungkusnya juga bisa berdiri.


Bongkar pasang pun ia lalui hingga terlintas dipikirannya untuk membuat kawat….

“Hahahaha…kalau saya mengingat itu, saya bisa tertawa sendiri,” kata Sisca, yang bernama lengkap Fransisca Ernawaty ini.

Tapi itu dulu…12 tahun yang lalu saat ibu dari tiga anak ini memutuskan untuk memulai usaha kecil: Menghias seserahan dan menjual souvenir pernikahan -- Bella Souvenir. Bella diambil dari nama anak sulung Sisca.

Dengan bermodalkan sebuah etalase kecil, Sisca menyulap teras rumahnya menjadi tempat usaha. Ala kadarnya. Tidak ada kursi atau meja. Hanya satu etalase berisi beberapa lusin contoh souvenir pernikahan. 

Hari pertama, penjualan nihil; belum ada orang yang memesan atau sekadar melihat-lihat. Begitu seterusnya hingga tiba minggu kedua saat tetangga yang akan mengadakan pesta pernikahan putrinya, datang dan menanyakan jasa pembuatan seserahan. Hari itu juga, Sisca dengan bersemangat mengeluarkan kwitansi pertama untuk pembelian souvenir.

“Rasanya senang sekali dapat order pertama. Tanpa pikir panjang saya bilang bisa ketika ditanya apa bisa membuat seserahan berbentuk burung merak, hahaha. Padahal saya sama sekali tidak punya gambaran. Tapi saya punya prinsip kalau ada kemauan, jalanpun akan terbuka,” kata dia.

Yah mungkin bahasa kerennya “Where there is a will, there is a way.”

Kini, jari-jemari Sisca sudah begitu lincah membentuk kain seserahan dengan beragam bentuk. Sebutlah misalnya seserahan mukena dibentuk menjadi masjid atau angsa, hantaran handuk menjadi bentuk kepala gajah atau kelinci, atau kain brokat menjadi merpati and so on atau menghias seserahan alat-alat make up dan alat perlengkapan mandi.

Satu set seserahan yang biasanya berjumlah 8 sampai 10 jenis, kini bisa dilahapnya hanya dalam beberapa jam saja…Rata- rata 1 bentuk bisa dalam 30 menit saja.

Sisca yang kemudian mengambil kursus membuat seserahan pernikahan di Club Nova memperluas jasanya ke pembuatan mahar pernikahan, sebuah karya dari hasil lipatan uang kertas. Sebut saja mahar berbentuk masjid, kaligrafi atau love ada juga mahar dalam bentuk 3 dimensi.

“Ini murni kreativitas…tapi sama seperti bisnis lain, modal utamanya adalah keberanian dan tekad. Tentu, harus juga mengetahui perkembangan model-model baru,” ujarnya.

Sisca yang kemudian membeli beragam buku terkait jasa menghias seserahan dan mahar setuju bahwa prinsip hidup seseorang termasuk kaum perempuan pasti berbeda beda. Ada yang lebih nyaman sebagai karyawan, pun ada yang lebih nyaman menjadi ibu rumah tangga dan fokus mengurus anak. Ini hanyalah pilihan hidup.

“Saya mencoba berada di tengahnya. Sambil tetap bisa mengawasi anak anak, saya membuat usaha rumahan. Saya kebetulan juga orang yang nggak suka diam sih...makanya saya memulai usaha ini hahaha.” jelas mantan guru Bahasa Inggris ini.

Alasan untuk tetap dekat anak-anak juga lah yang kemudian membuat Sisca tidak memperpanjang sewa kontrak toko yang dia tempati selama 2 tahun sebelum kembali membuka usaha di teras rumahnya sendiri.

Medsos

Kemajuan teknologi kini menjadi tantangan sekaligus peluang baru, khususnya untuk kaum hawa dalam memulai atau mengembangkan bisnis, termasuk usaha kreatif.

“kalau dulu saya harus memajang semua produk di etalase benaran, kini tinggal display saja di aplikasi medsos mulai dari facebook, instagram dan line,” ujar Sisca.

Dengan adanya medsos ini, Sisca pun sudah mengirimkan produk2  mahar pernikahannya keberbagai kota di Indonesia.

Dia pun terus belajar hingga akhirnya menemukan sebuah grup crafter di aplikasi Line.

“Awalnya saya mencoba dengan facebook tapi agak lambat karena member saya kebetulan tidak begitu banyak. Saya kemudian bergabung dengan sebuah grup crafter di Line yang kini sudah berjumlah lebih dari 1,200 orang. Di Grup Line ini kami sharing pengalaman dan juga belajar bersama mulai dari cara memotret produk hingga pemasarannya,” kata Sisca.

“Beberapa member dari grup Line kami sudah ikut berbagai pameran termasuk di Taman Mini Indonesia Indah. Berbagai produk dari member di pajang di 2 booth yang di sewa,” jelasnya lagi.

Lagi lagi, wanita pencinta warna ungu ini pun mencoba peruntungannya dengan menekuni usaha pembuatan handbonquet dan bross. Produknya sendiri sudah di kirim ke beberap daerah. "Ada salon di Bengkulu yang memesan beberapa handbonguet ketika mengikuti pameran di Taman Mini."

“I enjoy this job,” kata Sisca.

Bagi Sisca, belajar dan terus belajar telah memotivasi dia untuk terus bertahan hingga kini.

No comments for "Burung Merak"